Bagi kalangan dunia pendidikan, tentu tahu nama penerbit Erlangga atau percetakan Erlangga. Perusahaan penerbit ini dikenal sebagai pemain besar di bidang penerbitan buku-buku pendidikan atau buku-buku sekolah. Entah sudah berapa ratus atau ribu judul buku sekolah diterbitkan oleh perusahaan ini, dan bukunya hingga kini masih digunakan sekolah-sekolah di Indonesia, dari SD sampai SLTA dan universitas.
Kisah sukses penerbit Erlangga tak bisa dipisahkan dari cerita sosok pendirinya. Penerbit Erlangga dirintis dan didirikan oleh Marulam Hutauruk dan istrinya, Helena Tobing. Sejatinta Marulam adalah seorang guru, namun ia kemudian tertarik mendirikan usaha penerbitan sejak 1952. Pria berdarah Batak kelahiran Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, 7 November 1915 ini menyelesaikan sekolahnya di Tarutung, dididik di zending gereja. Ia lalu menjadi guru di Semarang dan kemudian diangkat sebagai kepala sekolah.
Semangatnya mengajar memang jempolan. Ia ingin memberikan nilai lebih dalam mengajar ke anak-anak didik, termasuk dalam hal memberi bahan ajar. Karena itu ia akhirnya ia tertarik membuat dan menulis buku-buku sendiri sebagai bahan ajar. Marulam kemudian banyak menulis berbagai buku pelajaran, selain menulis buku bertema sejarah, politik dan suku Batak. Ia pernah menulis ‘Sejarah Ringkas Tapanuli: Suku Batak’, diterbitkan Erlangga pada 1987.
Marulam tertarik memberi nama perusahaan penerbitannya sebagai penerbit Erlangga karena terinspirasi dengan tokoh Raja Kahuripan itu yang mana nama Erlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
Sebelum mencetak dalam buku yang rapi, Marulam membuatnya dalam bahan stensilan untuk bahan ajar anak didiknya. Lama-lama berkembang berniat menulis buku sendiri, sebagai bahan ajar. Buku-buku itu sangat diperlukan, apalagi di masa itu kebanyakan buku-buku masih diwarnai pengaruh Belanda. Ia lalu terpikir membuat buku yang bercorak nasional, dan mengajak kawan-kawannya sesama guru untuk menulis, mandiri. Tujuannya, untuk menggantikan buku-buku pelajaran berbahasa Belanda. Jadi, secara bisnis, ia melihat ada peluang untuk menggantikan buku-buku Belanda.
Pada mulanya kantor Erlangga di sebuah rumah di Semarang. Ia menulis buku dan ia juga mengajak teman2nya untuk menulis buku dan diterbitkan oleh Erlangga. Karena itu, dia bertekat mendirikan penerbit dengan dikelola profesional. Jangan dipikir dulu kemasan dan bahan kertasnya sudah sebagus sekarang. Dulu bisa dibilang masih apa adanya. Sejak 30 April 1952 ia melegalisasi perusahaan penerbitanya hingga berbadan hukum.
Setahap demi setahap Erlangga berkembang. Erlangga makin dikenal masyarakat. Naluri bisnis Marulam sebagai founder Erlangga memang tokcer, permintaan buku pelajaran semakin tinggi karena pemerintah memang memajukan dunia pendidikan dan mendorong masyarakat baca buku, terlebih anak-anak sekolah.
Pada awalnya Marulam tak punya mesin cetak buku sendiri. Ia bekerjasama, mendompleng ke penerbit lain yang sudah punya mesin cetak. Namun setelah usahanya makin berkembang dan makin banyak order, ia lalu membeli mesin cetak sendiri.
Erlangga dalam perjalanannya fokus di buku-buku sekolah. Marulam kemudian melihat peluang bisnis besar menjadi pemasok buku-buku buku di sekolah-sekolah, yakni buku-buku bahan ajar. Market inilah yang menjadi tulang punggung bisnis Erlangga hingga sekarang walaupun Erlangga juga menggarap buku-buku umum seperti buku kesehatan, makanan, kecantikan, mode, novel, hingga biografi. Erlangga bahkan punya divisi penerbitan untuk anak-anak yang disebut Erlangga for Kids.
Karena skala bisnis yang makin membesar dan ingin membidik pasar nasional, Erlangga kemudian memindahkan kantor pusat ke Jakarta. Awalnya ke Jalan Kramat Raya 162, Jakarta Pusat (sekarang Kantor Pusat PT Pegadaian [Persero]), namun kemudian dipindah lagi ke Jalan H. Baping No. 100, Ciracas, Jakarta Timur, untuk mencari lahan yang lebih luas.
Hingga sekarang Erlangga terus eksis dan kini sudah dikelola oleh genersi ketiga, cucu Marulam. Kini cucu-cucunya mengelola unit-unit bisnis yang berbeda-beda di Erlangga Group. Perusahaan ini juga mendirikan penerbitan lain sebagai anak usaha, PT Gelora Aksara Pratama (GAP Print). Dulu unit bisnisini dikelola Rita Hutauruk yang juga Presiden Komisaris PT Penerbit Erlangga dan Presiden Direktur PT Gelora Aksara Pratama (GAP Print), namun Rita sudah wafat pada 22 Juli 2020. Rita adalah istri mendiang Gunawan Hutauruk, generasi ketiga pendiri Grup Erlangga. Gunawan sendiri sudah meninggal dua tahun sebelumnya.
Dari pernikahan Gunawan dan Rita, mereka memiliki empat anak yang tampaknya mewarisi Grup Erlangga. Anak-anak itu adalah Deborah, Margaretha Hutauruk-Eddy, Sarah Rosinta Hutauruk, dan Raja DM Hutauruk. Dari situs web resmi grup, Deborah (anak tertua) memimpin GAP Print, sementara Raja duduk sebagai Presiden Direktur Penerbit Erlangga dan Direktur Eureka Logistics. Sarah terdaftar sebagai direktur keuangan PT Penerbit Erlangga. Sarah tampaknya juga aktif di kegiatan sosial. Margaretha (Maggie) juga mengelola unit bisnis lainnya. Bisnis keluarga ini memang berkembang ke berbagai sektor, mulai dari penerbitan buku, bisnis travel, pertanian organik, pemasok makanan sehat, jasa ekspedisi, hingga e-commerce dan bisnis mode.
Ya, tentunya pembaca bila mengambil inspirasi dari Marulam yang awalnya seorang guru ternyata juga bisa mengelola bisnis hingga besar. Anda pun bisa melakukannya. Semoga sukses!
Bacaan Lain: