Berbisnis dalam bidang kuliner, baik makanan maupun minuman, memang selalu menjanjikan. Tak heran bila banyak orang berlomba-lomba menggeluti sektor bisnis satu ini. Mulai dari membuka kafe hingga memproduksi makanan atau minuman dengan jenama (brand) sendiri. Muhammad Syakir pun mengambil peluang dengan mendirikan usaha dalam bidang minuman bermerek “Jakarta Power Drink” (JPD). Kini, ia telah mempunyai banyak distributor di 10 kota, seperti Medan, Padang, Makassar, Yogyakarta, dan Semarang.
Ide membangun usaha bubuk minuman ini tak pernah Syakir pikirkan sebelumnya. Sebelumnya, ia sempat membuka usaha warung kelontong, bengkel, warteg, hingga perkebunan, tetapi semuanya tak membuahkan hasil berarti. Sampai suatu hari, istrinya mengajak berjualan minuman bubble Pop Ice di depan sebuah minimarket. Ternyata, hasilnya lebih lumayan daripada usaha warteg. Akhirnya, usaha wartegnya pun ia tutup. Lalu, karena sedikit paham dengan ilmu komunikas, Syakir coba-coba membuat blog untuk menawarkan franchise. Dan ternyata banyak yang merespon. Pada awal merintis usaha minuman tersebut, dalam sehari Syakir dan sang istri bisa membuat 100 gelas minuman bubble.
Lama kelamaan, pria asal Makassar ini tak puas dan ingin mengembangkan usahanya. Ia mulai berpikir bagaimana caranya membuat bubuk sebelum diseduh menjadi minuman. Syakir pun segera mencari orang yang bisa membuat bubuk. Ia dan istri berpikir, tidak mungkin dari 200 juta orang di Indonesia, tidak ada yang bisa membuatnya. Ia bahkan sampai bertanya ke Australia, karena di sana terdapat sekolah minuman. Hingga pada suatu hari, Syakir tak sengaja membaca iklan orang yang bisa membuat bubuk minuman. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung menghubungi orang tersebut.
Syakir lalu memberanikan diri untuk menginvestasikan Rp 100 juta sekaligus menggunakan jasa maklon dari perusahaan bubuk itu. Ia juga mulai resmi mendirikan CV JPD pada 2012 untuk memasarkan bubuk minuman mereknya. Yang jelas, saat itu Syakir ingin terima beres, bubuk minuman yang sudah jadi memakai mereknya sendiri, walau bukan ia sendiri yang membuatnya. Sayangnya, kerja sama tersebut tak berjalan lama karena ada beberapa masalah. Syakir kemudian memutar otak mencari solusi, sampai akhirnya ia mulai belajar membuat sendiri bubuk minuman selama dua hingga tiga bulan.
Bermodalkan pinjaman bank sebesar Rp 350 juta, Syakir lalu membeli mesin pembuat bubuk serta memberanikan diri menjalankan usaha bubuk minuman secara lebih serius. Hasilnya cukup memuaskan dan sekarang usahanya semakin berkembang. Sekarang, ia sudah memiliki 3 mesin produksi, 2 mesin pengemasan (packaging), dan 4 karyawan. Perusahaannya kini mampu memproduksi 350 sampai 400 kilogram (kg) bubuk minuman per hari. Sebulan ia bahkan bisa menjual hampir delapan ton bubuk itu dengan omzet Rp 350 juta sampai Rp 400 juta per bulan.
Bubuk minuman JPD ini sekarang juga telah tersebar di seluruh Indonesia. Syakir menyebutkan, ada beberapa distributor di 10 kota, seperti Medan, Palembang, Padang, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Solo, Tegal, Karang Anyar, Bandung, dan Bogor. Mereka siap menyalurkan bubuk minuman beraneka rasa tersebut ke pedagang, pemilik kafe, ataupun hotel di beragam daerah. Awalnya, siapa pun yang ingin menjadi distributor, minimal harus melakukan pembelian awal 500 kg. Namun karena membawanya cukup berat, Syakir menurunkannya menjadi minimal 200 kg. Syakir tentu memberikan harga yang sesuai.
Kini, ia membagi produknya menjadi dua, yakni bubuk biasa dan premium. Untuk bubuk biasa, terdapat 45 rasa meliputi lemon tea, thai tea, cokelat, dan lainnya dengan harga jual berkisar Rp 65 ribu sampai Rp 75 ribu. Sedangkan untuk premium terdapat 10 rasa, di antaranya cookies and cream, matcha, dan taro. Untuk produk premium harganya dimulai dari Rp 135 ribu sampai Rp 180 ribu. Menurut Syakir, pembagian tersebut merupakan strategi untuk menyentuh semua pasar, dari menengah ke bawah sampai menengah atas. Ia menyebutkan, biasanya produk premium didistribusikan ke hotel, restoran, serta kafe. Sedangkan produk biasa dijual ke para pedagang kecil.
Demi melebarkan bisnis, Syakir pun juga menyediakan jasa maklon. Jadi untuk perusahaan yang hanya punya modal saja, Syakir bisa membuatkan bubuk sendiri sesuai permintaan mereka, yang nantinya mereka jual juga dengan merek mereka sendiri. Bagi Syakir hal itu sama sekali tidak menjadi masalah. Saat ini, sudah ada tiga sampai empat perusahaan yang maklon dengan JPD. Saat ini, JPD juga mulai mencoba masuk ke bioskop dan kafe ritel, seperti J.CO dan Dunkin Donuts. Syakir juga terus mengajak banyak pihak bekerja sama, contohnya ke produsen jelly pudding dan bakery. Ia meyakini, bubuknya dapat pula dibuat kue atau sebagai perasa makanan.
Syakir melihat, sekarang banyak anak-anak muda kreatif yang juga bisa membuat minuman dalam kemasan botol. Syakir pun turut menyentuh pasar itu. Mereka bisa menggunakan bubuk produksi JPD. Bagi bapak tiga anak ini, berbisnis memang dibutuhkan kreativitas, karena menjadi pengusaha kreatif tak hanya berdagang, tapi juga harus memberikan nilai. Lebih lanjut ia mengatakan, bisnis juga harus mempunyai tiga pendapatan, sehingga meski bahan baku sedang mahal, tapi tetap bisa meraih keuntungan.
Syakir mengakui, bahan baku untuk membuat bubuk minuman memang tidak murah, terlebih lagi harus diimpor sebab beberapa bahan memang tak ada di Indonesia. Oleh karena itu, ia mengaku sangat kewalahan bila nilai tukar dolar AS sedang meninggi. Meski begitu, ia berupaya tetap menjaga kualitas agar tak mengecewakan pelanggan. Syakir tak mau hanya mengejar harga murah, karena JPD mempunyai kelas tersendiri. Menurutnya, bisnis kuliner sangat mengutamakan rasa, sehingga bila rasanya berubah sedikit saja, orang bisa tak akan mau mengkonsumsi lagi.
Di era teknologi seperti sekarang, promosi juga harus gencar dilakukan. Karenanya, tak hanya menawarkan langsung, Syakir pun memperkenalkan produknya lewat media sosial, seperti Instagram, Twitter, atau web. Menurutnya, cara tersebut efektif karena kini semakin banyak orang tahu JPD. Bahkan, di Bandung, orang bisa tidak mau membeli suatu produk minuman kalau di gerobaknya tidak ada logo JPD, saking mereka sudah begitu fanatiknya. Syakir pun menambahkan, di Bandung saat ini JPD sudah memiliki sekitar 18 distributor. Masing-masing distributor membawahi banyak orang. Syakir bersyukur usahanya ini dapat memberdayakan banyak orang, sebab baginya menjadi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) harus mampu pula memberikan manfaat untuk orang lain.
Syakir menjelaskan, usaha ini jika digeluti serius, dapat memberikan pendapatan cukup lumayan. Seorang distributor misalnya, bila bisa menjual 500 kg bubuk per bulan, keuntungannya dapat mencapai Rp 25 juta. Ke depan, Syakir akan terus mencari berbagai inovasi demi mengembangkan bisnisnya. Karena itu, untuk menunjang bisnisnya, ia pun berencana untuk memiliki bangunan atau pabrik sendiri. Saat ini Syakir sedang mempersiapkan proposal guna mencari investor. Ia yakin, bisnis ini adalah bisnis yang semua orang mau berinvestasi.
Pria lulusan jurusan jurnalistik dari Universitas Ibnu Khaldun ini juga bermimpi mempunyai perusahaan besar yang memiliki beberapa divisi, di antaranya divisi kafe. Ia bahkan sudah menyiapkan konsep kafenya. Mulai dari dekorasi sampai menu makanannya nanti. Syakir percaya impiannya bisa terwujud, sebab hampir semua perusahaan besar dimulai dari industri kecil rumahan. Baginya, tak ada yang tak mungkin bila mau berusaha.